Kamis, 14 Februari 2008

SYOK SPINAL



Manifestasi Klinis Syok Spinal

  • Paralisis flaksid di bawah tingkat cedera
  • Tak adanya sensasi kutan. dan proprioseptif
  • Hipotensi dan bradikardI
  • Tak adanya aktivitas refleks di bawah tingkat cedera; ini dapat menyebabkan retensi urine, paralisis usus dan ileus
  • Kehilangan kontrol suhu;
    vasodilatasi dan ketidakmampuan untuk menggigil membuat ini sulit bagi pasien untuk mengubah panas dalam lingkungan dingin, dan ketidakmampuan untuk berkeringat mencegah pendinginan normal pada lingkungan panas
  • Penampakan ulang refleks yang telah ditekan setelah cedera adalah tanda bahwa syok spinal membaik

Instruksi Perawatan Kulit untuk Pasien CMS

  1. Gunakan penyokong tubuh di mobil, bila anda memilikinya, karena alat ini akan mempertahankan kaki sesuai keinginan anda dan membantu mempertahankan keseimbangan
  2. Bila bepergian dengan van, yakinkan kursi roda diamankan terhadap lantai dan sabuk pengaman digunakan
  3. Pakai stoking elastik atau duk Ace atau pengikat abdomen untuk mencegah tekanan kulit.
  4. Periksa tangan, kaki, tungkai terhadap pembengkakan. Angkat ekstremitas yang bengkak ke atas setinggi jantung. Bila pembengkakan tidak menurun dalam 6-8 jam, beri tahu dokter anda.
  5. Gunakan losion atau krim pelumas lain jika anda mempunyai jenis kulit kering
  6. Lindungi kulit dari keringat, feses dan urine.
  7. Gunakan sabuk pengaman dengan tepat, sepatu dan kaus kaki. Tarik ujung kaus kaki bagian ibu jari setelah memasang untuk mencegah tidak bertumbuhnya kuku ibu jari. Yakinkan pakaian tidak ketat.
  8. Hindari pemakaian cincin karet karena hal itu dapat menyebabkan penekanan pada kulit dan menghentikan aliran darah ke daerah kulit bagian dalam gelang tersebut
  9. Hindari pemakaian pakaian dari bahan nilon karena bahan tersebut menahan kelembaban
  10. Membawa koin, uang kertas, atau kunci pada tempatnya daripada, di saku.
  11. Barang-barang seperti asbak dari logam tipis tidak boleh diletakkan di pangkuan anda, karena panas dari logarn dapat takterdeteksi dan menyebabkan luka bakar.
  12. Hindari duduk di atas tempat duduk mobil dari bahan vinil yang telah terjemur panas matahari tanpa ditutupi dengan handuk atau selimut.
  13. Penggunaan botol air panas, bantalan pemanas, dan selimut listrik harus dihindari.
  14. Gunakan sepatu ketika di kursi roda untuk menghindari benturan dan gesekan kaki atau ibu j ari anda.

Langkah-Langkah Program Latihan Usus

Tujuan: untuk mempertahankan dan mencapai inkontinensia usus.

1. Tentukan kebiasan buang air besar sebelum cederajika mungkin.
2. Ikuti program buang air besar yang dibuat. Contoh dari program buang air besar adalah:

Untuk pasien yang dibantu dalam makan (makanan per selang.atau makanan reguler):

  • Colase 100 mg per oral atau melalui selang NG tiga kali sehari.
  • Dulcolax supositoria setiap malam kecuali pasien telah buang air besar siang harinya.
  • Susu magnesium 30 ml per oral atau melalui selang NG setiap dua malam atau pada tanggal tertentu kecuali pasien telah buang- air besar siang harinya.

Pada pasien yang sedang dalam keadaan puasa:

  • Dulcolax supositoria setiap dua malam pada tanggal tertentu.

    3. Enema dapat diberikan setiap hari sampai timbul peristaltik. Ini terdiri dari pemberian kira-kira satu liter air hangat enema dan kemudian pegang wadah di bawah ketinggian tempat tidur yang memungkinkan air mengalir kembali dan ulang prosedur ini beberapa kali.

    4. Gunakan program defekasi dalam hubungannya dengan rangsangan jari. Rangsangan jari terdiri dari pernasukan jari dengan sarung tangan yang diberi pelumas ke dalam sfingter anal, dengan gerakan rotasi jari tangan sekitar sfingter. Sfingter akan secara. perlahan dilatasi saat rangsangan terjadi. Jari dimasukan kira- kira setengah panjangnya, dan rotasi memutar diberikan terus menerus selama 15-20 menit sampai feses melalui rektum dan kemudian dievaluasi dari rektum.

    5. Bila pola evakuasi dibuat, gunakan hanya rangsangan jari bila mungkin, keluarkan supositoria. Gunakan hanya program defekasi pada individu yang takmampu mentoleransi rangsangjari.

    6. Gunakan rangsang jari setelah setiap gerakan usus involunter sementara pola defekasi dibuat.

    7. Ubah program defekasi sesuai kebutuhan individu yang ditentukan oleh konsistensi feses.

    8. Gunakan salep Nupercainal atau jeli Xylocaine untuk memasukan supositoria atau untuk melakukan rangsangan jari jika pasien cenderung terhadap periode disrefleksia otonomik. Jeli atau salep dapat digunakan pada rektum dan sekitar sfingter anal sebelum memasukan supositoria atau memasukan jari.

    9. Pertahankan masukan tinggi cairan jika tidak dikontraindikasi-sebagai contoh, pada kasus pernbatasan cairan atau peningkatan tekanan intrakranial.

    10. Gunakan bantalan inkontinen daripada bedpan bila memberi perawatan defekasi rutin. Bedpan tidak bekerja baik untuk alasan ini: alat ini keras dan dapat menyebabkan tekanan area di atas koksigis; ini tidak memungkinkan akses terhadap anus untuk rangsangan jari; dan ini dapat mengganggu kesejajaran spinal yang perlu untuk pemulihan tepat pada pasien cedera medulla spinalis.

    11. Beri tahu dokter tentang diare berat dan lama, impaksi, perdarahan rektal, atau hemoroid.

    Disrefleksia Otonomik

    Disrefleksia otonomik, atau hiperrefleksia, adalah sindrom Yang kadang-kadang terjadi setelah fase akut pada. pasien dengan lesi medulla spinal T7 atau di atasnya, dan memerlukan kedaruratan medis. Sindrom terjadi dengan cepat dann dapat mencetuskan kejang atau stroke. Kernatian dapat terjadi bila penyebab tidak hilang.

    Sindrom dapat dicetuskan melalui kandung kemih atau distensi usus, spastisitas, ulkus dekubitus, atau rangsangan dari kulit di bawah tingkat cedera. Ejakulasi pada pria dapat menimbulkan refleks, dapat sekuat kontraksi uterus pada wanita hamil

    Potensial Faktor Pencetus Disrefleksia Otonomik

    Distensi kandung kemih atau infeksi saluran perkemihan
    Batu kandung kemih/ginjal
    Tekanan area atau dekubitus
    Tromboflebitis
    Masalah abdominal akut seperti ulkus, gastritis
    Emboli paru
    Persalinan kala dua
    Pakaian ketat
    Tulang heterotopik
    Nyeri
    Aktivitas seksual; ejakulasi pada pria
    Manipulasi/pemasangan alat pada kandung kernih atau usus
    Spastisitas
    Pemajanan pada rangsang panas atau dingin
    Manifestasi Disrefleksia Otonomik
    Hipertensi paroksismal
    Sakit kepala terasa dipukul-pukul
    Penglihatan kabur
    Bradikardia
    Berkeringat banyak di atas tingkat cedera
    Kemerahan wajah atau bercak pada wajah dan leher
    Piloekersi
    Kongesti nasal
    Mual
    Dilatasi pupil


    Daftar Tindakan Keperawatan untuk Disrefleksia Otonomik

    1. Tinggikan kepala tempat tidur.

    2. Pasang manset pengukur tekanan darah dan lakukan perneriksaan tekanan darah setiap I'sampai 2 menit.

    A. Jika tekanan darah di atas 180/90 mm Hg, lanjutkan ke langkah 5.
    B. Jika tekanan darah di bawah 180/90 mm Hg, lanjutkan sesuai berikut ini.

    3. Pasang kateter secepatnya atau periksa gistem drainase kandung kemih yang terpasang untuk mendeteksi kemungkinan obstruksi.

    A. Periksa untuk meyakinkan plak atau klem tidak di dalam kateter atau selang
    B. Periksa terhadap lipatan kateter atau selang drainase
    C. Periksa lubang masuk pada kantung kaki untuk meyakinkan ini tidak rusak.
    D. Periksa untuk meyakinkan kantung kaki tidak penuh.
    E. Bila takada dari hal di atas, lanjutkan pada langkah 4.

    4. Tentukan jika kateter terdapat plak dengan mengirigasi kandung kemih perlahan tidak lebih dari 30 ml larutan irigasi. Penggunaan larutan lebih banyak dapat meningkatkan gejala aliran ke luar masif telah terjadi. Bila gejala tidak berkurang, lanjutkan pada langkah 5

    5. Ganti kateter dan kosongkan kandung kernih.

    6. Jika anda yakin kandung kemih telah kosong dan TD adalah;
    Di atas 180/90 mm Hg, hubungi dokter dengan segera.
    B. Di bawab 180/90 mm Hg lanjutan pada:

    Pemberian atropin sesuai pesanan dokter. Bila TD meningkat atau gagal untuk berkurang, beri tahu dokter dengan segera. Ismelin, Apresoline, atau amil nitrat inhalasi dapat dipesankan oleh dokter, Dibenzilen dapat digunakan untuk disrefleksia kronik.

    7. Idealnya, prosedur ini membutuhkan tiga orang: satu untuk memeriksa sistem drainase, dan satu untuk memberi tahu dokter.

    Bila kandung kemih distensi berlebihan bukan menyebabkan disrefleksia.

    1. Periksa terhadap impaksi usus. Jangan berupaya untuk menghilangkannya, bila ada. Berikan salep Nupercainal atau jeli Xylocaine pada rektum dan area anal. Saat area dianestesi, TD harus turun. Setelah TD menjadi stabil, gunakan salep anestesi ataujeli banyak, secara manual hilangkan impaksi.

    2. Ubah posisi pasien. Tekanan area mungkin menjadi sumber disrefleksia.


    Langkah-Langkah Protokol Kateterisasi Intermiten

    Tujuan kateterisasi intermiten: Untuk menghilangkan kebutuhan terhadap kateter uretral indwelling atau suprapubik, sebagai akibatnya menurunkan insiden komplikasi saluran perkernihan, sebgai contoh, infeksi, abses periuretral, dan epididimitis, dan untuk menciptakan dan mempertahankan keamanan, kondisi bebas kateter pada pasien dengan kandung kemih neurogenik.

    1. Batasi masukan cairan sampai 600-800 ml diantara kateterisasi
    2. Kateterisasi pasien setiap 4 jam pada awal. Bila volume residu urine secara konsisten kuran g dari 400 ml/2 hari, turunkan kateterisasi setiap 6 jam.
    3. Catatjumlah berkernih dan residu pada catatan masukan dan haluaran
    4. Turunkan jumlah kateterisasi bila jurnlah berkernih meningkat atau residu berkurang
    5. Kateterisasi pasien setiap 8 jam bila volume residu urine secara konsisten kurang dari 300 ml/2 hari
    6. Kateterisasi pasien setiap 12 jam bila volume residu urine secara konsisten kurang dari 200 ml/2 hari
    7. Kateterisasi pasien setiap 24 jam bila volume residu urine secara konsisten kurang dari 150 ml/2 hari
    8. Kateterisasi pascaberkernih setiap dua hari selama I minggu bila residu secara konsisten kurang dari 100 m1/2 hari
    9. Kateterisasi pascaberkernih untuk mengukur volume residu urine setiap hari ketiga selama I minggu, kemudian sekali seminggu, dan kemudian sekali sebulan selama 3 bulan. Selama pasien di rumah sakit, kateterisasi pascaberkernih untuk mengukur volume residu urine bila da infeksi urine ditunjukkan.
    10. Ambil kultur urine saat memulai program dan setiap 7 hari setelahnya.
    11. Bila pasien mulai berkernih diantara kateterisasi, gunakan penampung ekstrenal untuk mempertahankan kontinens pada pria. Putar di sekitar penis tetapi jangan tumpah.
    12. Sebelum prosedur kateterisasi, bantu pasien untuk mengosongkan kandung kemih dengan manuver Cred6 atau Valsalva, dilatasi anal, atau metode lain yang mencetuskan berkernih pada pasien tertentu. Kadang-kadang ketukan atau perkusi kandung kemih dengan satu atau duajari akan menimbulkan berkernih.
    13. Beri tahu dokter tentang kesulitan kateterisasi, peningkatan sedimen atau mukus pada urine, hematuria, atau residu tinggi terus menerus (lebih dari 500 ml)


    Perawatan Pasien pada Penyokong Halo

    Pertahankan plester memilin ke depan batang-silang sehingga rompi anterior dapat dilepaskan sehingga perlu ditinggikan untuk melakukan RJP (beberapa model ditekuk untuk memberi akses ke dada)

    Pindahkan pasien ke unit. Jangan pernah menggunakan batang untuk memindahkan atau menggulingkan pasien.

    Periksa pen tengkorak setiap hari. Bila lepas pada pengencangan jari, laporkan pada dokter. Pen harusnya takmenimbulkan nyeri pada pasien saat dipasang, kecuali lepas.

    Bersihkan sisi pen dua kali sehari sesuai program untukmencegah infekM (biasanya dengan Betadine dan aplikator berujung kapas).

    Tempatkan sumbat karet di atas ujung pen halo untuk mengurangi menambah bunyi dan untuk melindungi orang yang merawat pasien.

    Hindari menempatkan bantal secara langsung di bawah cincin halo. Gulungan handuk digunakan untuk menyokong leher.

    Periksa tepi rompi untuk kenyamanan clan ketepatan dengan memasukan jari diantara jaket dan kulit pasien. Bila jaket terlalu ketat, kerusakan kulit, edema, dan kemungkinan kerusakan saraf dapat terjadi.

    Perikasa semua ikatan dan baut terhadap keketatan setiap hari

    Selipkan pengalas diantara rompi clan kulit pasien setiap hari untuk memeriksa bukti kerusakan kulit (drainase serosanguinosa)

    Anjurkan pasien untuk tidur tengkurap, menggunakan bantal di bawah panggul dan dada dan handuk atau bantal kecil untuk menyokong kepala.

    Keluhan kesulitan menelan harus clikaji dengan ketat. Gejala ini sering menunjukkan hiperekstensi berlebihan dari leher dan penilaian harus dibuat terhadap, halo dengan segera untuk memperbaiki kesejajaran yang tepat.

    Lebih daripada fenomena psikologis baru yang telah diobservasi pada pasien yang dilepas penyokong halonya pada pertama kali, setelah 12 sampai 16 minggu. Meskipun pasien telah diberitahu secara berulang kali selama periode penglepasan sebelumnya dari penyokong bahwa defisitnya permanen, banyak pasien tampak menganggap defisit karena menggunakan penyokong halo mereka. Mungkin secara taksadar, mereka yakin bahwa setelah halo dilepas, mereka akan membaik. Bila penglepasan penyokong halo ticlak memperbaiki defisit mereka, mereka mengalami depresi bermakna dan mulai merasa bercluka terhadap kehilangan bahwa sebenarnya kehilangan telah terjadi beberapa bulan sebelumnya. Ini disesbut depresi pasca-halo, dan dapat merupakan masalah bermakna. intervensi dengan dukungan psikologis mungkin perlu pada saat ini.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN STROKE

STROKE
A. Konsep Dasar Penyakit
Pengertian
Menurut WHO (1997) stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Menurut Sylvia A. Price (1995) pengertian dari stroke adalah suatu gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologi pada pembuluh darah serebral, misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vascular dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisma dan kelainan perkembangan.
Menurut Susan Martyn Tucker (1996), definisi Stroke adalah awitan defisit neurologis yang berhubungan dengan penurunan aliran darah serebral yang disebabkan oleh oklusi atau stenosis pembuluh darah karena embolisme, trombosis, atau hemoragi, yang mengakibatkan iskemia otak.
Dari beberapa pendapat tentang stroke diatas, maka ditarik kesimpulan bahwa pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.
Stroke dibagi menjadi dua :
a. Stroke Non Haemoragik
Yaitu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia. Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke trombotik.
b. Stroke Haemoragik
Yaitu suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk.

2. Review Anatomi fisiologi
a Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)
b Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dan dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial. (Satyanegara, 1998)

3. Etiologi
Penyebab terjadinya stroke adalah :
a. Stroke Non Haemoragik
1). Trombosis
Trombosis merupakan penyebab stroke paling sering. Trombosis ditemukan pada 40% dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh para ahli patologi. Biasanya ada kaitannya dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis.
2). Embolus
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dan merupakan 5-15% dari berbagai penyebab utama stroke. Dari penelitian epidemiologi (community based) didapatkan bahwa sekitar 50% dari semua serangan iskemia otak, apakah yang permanen atau yang transien, diakibatkan oleh komplikasi trombotik atau embolik dari ateroma, yang merupakan kelainan dari arteri ukuran besar atau sedang; dan sekitar 25% disebabkan oleh penyakit pembuluh darah kecil di intra cranial dan 20% oleh emboli dari jantung (Lumbantobing, 2001). Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu thrombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung.


b. Stroke Haemoragik
1). Perdarahan serebri
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab kasus gangguan pembuluh darah otak dan merupakan persepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteria serebri.
2). Pecahnya aneurisma
Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka penderita biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu aneurisme. Dan salah satu dari ciri khas aneurisme adalah kecendrungan mengalami perdarahan ulang (Sylvia A. Price, 1995)
3). Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).
- Trombosis sinus dura
- Diseksi arteri karotis atau vertebralis
- Vaskulitis sistem saraf pusat
- Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)
- Migran
- Kondisi hyperkoagulasi
- Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)
- Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)
- Miksoma atrium.

Faktor Resiko :
- Yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin pria, ras, riwayat keluarga, riwayat TIA atau stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria.
- Yang dapat diubah : hypertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan obat dan alcohol, hematokrit meningkat, bruit karotis asimtomatis, hyperurisemia dan dislidemia.

3. Patofisiologi
Otak sendiri merupakan 2% dari berat tubuh total. Dalam keadaan istirahat otak menerima seperenam dari curah jantung. Otak mempergunakan 20% dari oksigen tubuh. Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada CVA di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak. Bila hal ini terjadi sedemikian hebatnya, dapat menimbulkan nekrosis.
2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan (hemorrhage).
3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak.
4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri. Di samping itu reaktivitas serebrovaskuler terhadap PCO2 terganggu. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen

Skema :
Perdarahan arteri / oklusi

Penurunan tekanan perfusi vaskularisasi distal

Iskemia Pelebaran kontara lateral

Anoksia Aktivitas elektrik terhenti

Metabolisme Anaerob Pompa natrium dan kalium gagal

Metabolisme Asam Natrium dan air masuk ke sel

Asidosis lokal Edema intra sel

Pompa natrium gagal Edema ekstra sel

Edema dan nekrosis jaringan Perfusi jaringan serebral


Sel mati secara progresif (defisit fungsi otak)

( Satyanegara, 1998)
4. Tanda dan Gejala
a. Vertebro basilaris, sirkulasi posterior, manifestasi biasanya bilateral :
- Kelemahan salah satu dari empat anggota gerak tubuh
- Peningkatan refleks tendon
- Ataksia
- Tanda babinski
- Tanda-tanda serebral
- Disfagia
- Disartria
- Sincope, stupor, koma, pusing, gangguan ingatan.
- Gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis, paralysis satu mata).
- Muka terasa baal.
b. Arteri Karotis Interna
- Kebutaan Monokular disebabkan karena insufisiensi aliran darah arteri ke retina
- Terasa baal pada ekstremitas atas dan juga mungkin menyerang wajah.
c. Arteri Serebri Anterior
- Gejala paling primer adalah kebingungan
- Rasa kontralateral lebih besar pada tungkai
- Lengan bagian proksimal mungkin ikut terserang
- Timbul gerakan volunter pada tungkai terganggu
- Gangguan sensorik kontra lateral
- Dimensi reflek mencengkeram dan refleks patologis
d. Arteri Serebri Posterior
- Koma
- Hemiparesis kontralateral
- Afasia visual atau buta kata (aleksia)
- Kelumpuhan saraf kranial ketiga – hemianopsia, koreo – athetosis
e. Arteri Serebri Media
- Mono paresis atau hemiparesis kontra lateral (biasanya mengenai lengan)
- Kadang-kadang heminopsia kontralateral (kebutaan)
- Afasia global (kalau hemisfer dominan yang terkena)
- Gangguan semua fungsi yang ada hubungannya dengan percakapan dan komunikasi
- Disfagia
5. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum 5 B dengan penurunan kesadaran :
1) Breathing (Pernapasan)
- Usahakan jalan napas lancar.
- Lakukan penghisapan lendir jika sesak.
- Posisi kepala harus baik, jangan sampai saluran napas tertekuk.
- Oksigenisasi terutama pada pasien tidak sadar.

2). Blood (Tekanan Darah)
- Usahakan otak mendapat cukup darah.
- Jangan terlalu cepat menurunkan tekanan darah pada masa akut.
3). Brain (Fungsi otak)
- Atasi kejang yang timbul.
- Kurangi edema otak dan tekanan intra cranial yang tinggi.
4). Bladder (Kandung Kemih)
- Pasang katheter bila terjadi retensi urine
5). Bowel (Pencernaan)
- Defekasi supaya lancar.
- Bila tidak bisa makan per-oral pasang NGT/Sonde.
b. Menurunkan kerusakan sistemik.
Dengan infark serebral terdapat kehilangan irreversible inti sentral jaringan otak. Di sekitar zona jaringan yang mati mungkin ada jaringan yang masih harus diselamatkan. Tindakan awal yang harus difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik. Tiga unsur yang paling penting untuk area tersebut adalah oksigen, glukosa dan aliran darah yang adekuat. Kadar oksigen dapat dipantau melalui gas-gas arteri dan oksigen dapat diberikan pada pasien jika ada indikasi. Hypoglikemia dapat dievaluasi dengan serangkaian pemeriksaan glukosa darah.
c. Mengendalikan Hypertensi dan Peningkatan Tekanan Intra Kranial
Kontrol hypertensi, TIK dan perfusi serebral dapat membutuhkan upaya dokter maupun perawat. Perawat harus mengkaji masalah-masalah ini, mengenalinya dan memastikan bahwa tindakan medis telah dilakukan. Pasien dengan hypertensi sedang biasanya tidak ditangani secara akut. Jika tekanan darah lebih rendah setelah otak terbiasa dengan hypertensi karena perfusi yang adekuat, maka tekanan perfusi otak akan turun sejalan dengan tekanan darah. Jika tekanan darah diastolic diatas kira-kira 105 mmHg, maka tekanan tersebut harus diturunkan secara bertahap. Tindakan ini harus disesuaikan dengan efektif menggunakan nitropusid.
Jika TIK meningkat pada pasien stroke, maka hal tersebut biasanya terjadi setelah hari pertama. Meskipun ini merupakan respons alamiah otak terhadap beberapa lesi serebrovaskular, namun hal ini merusak otak. Metoda yang lazim dalam mengontrol PTIK mungkin dilakukan seperti hyperventilasi, retensi cairan, meninggikan kepala, menghindari fleksi kepala, dan rotasi kepala yang berlebihan yang dapat membahayakan aliran balik vena ke kepala. Gunakan diuretik osmotik seperti manitol dan mungkin pemberian deksamethasone meskipun penggunaannya masih merupakan kontroversial.
d. Terapi Farmakologi
Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragik, meskipun heparinisasi pada pasien stroke iskemik akut mempunyai potensi untuk menyebabkan komplikasi haemoragik. Heparinoid dengan berat molekul rendah (HBMR) menawarkan alternatif pada penggunaan heparin dan dapat menurunkan kecendrungan perdarahan pada penggunaannya. Jika pasien tidak mengalami stroke, sebaliknya mengalami TIA, maka dapat diberikan obat anti platelet. Obat-obat untuk mengurangi perlekatan platelet dapat diberikan dengan harapan dapat mencegah peristiwa trombotik atau embolitik di masa mendatang. Obat-obat antiplatelet merupakan kontraindikasi dalam keadaan adanya stroke hemoragi seperti pada halnya heparin.
e. Pembedahan
Beberapa tindakan pembedahan kini dilakukan untuk menangani penderita stroke. Sulit sekali untuk menentukan penderita mana yang menguntungkan untuk dibedah. Tujuan utama pembedahan adalah untuk memperbaiki aliran darah serebral.
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hypertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskuler yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernapasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
6. Komplikasi
a. TIK meningkat
b. Aspirasi
c. Atelektasis
d. Kontraktur
e. Disritmia jantung
f. Malnutrisi
g. Gagal napas
7. Tindakan Pencegahan
Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :
a. Pembatasan makan garam; dimulai dari masa muda, membiasakan memakan makanan tanpa garam atau makanan bayi rendah garam.
b. Khususnya pada orang tua, perawatan yang intensif untuk mempertahankan tekanan darah selama tindakan pembedahan. Cegah jangan sampai penderita diberi obat penenang berlebihan dan istirahat ditempat tidur yang terlalu lama.
c. Peningkatan kegiatan fisik; jalan setiap hari sebagai bagian dari program kebugaran.
d. Penurunan berat badan apabila kegemukan
e. Berhenti merokok
f. Penghentian pemakaian kontrasepsi oral pada wanita yang merokok, karena resiko timbulnya serebrovaskular pada wanita yang merokok dan menelan kontrasepsi oral meningkat sampai 16 kali dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok dan tidak menelan pil kontrasepsi.

8. Dampak Masalah
a. Bagi Individu
1). Biologis
Penderita akan mengalami gangguan pernapasan akibat hilannya reflek batuk dan penurunan kesadaran hingga terjadi akumulasi secret. Nyeri kepala akibat infark serebri yang luas, penurunan kesadaran, gangguan kognitif, disorientasi, mual dan muntah, gangguan menelan, tidak bisa menjalin komunikasi karena klien aphasia, terjadi konstipasi akibat tirah baring dan kurangnya mobilisasi, dan dekubitus akibat tirah baring yang lama.
2). Psikologis
Cemas sedang akibat hemiparese, terutama pada penderita yang mempunyai beban tanggung jawab pada keluarganya. Penderita dapat mengalami depresi disamping rasa rendah diri yang bisa dipahami sebagai suatu reaksi emosional terhadap kemunduran kualitas dan keberadaannya.
3). Sosial
Apabila keadaan sakitnya sampai terjadi kelumpuhan dan gangguan komunikasi, klien akan mengalami kesulitan untuk mengadakan interaksi dengan keluarga maupun masyarakat. Mungkin juga klien akan menarik diri dari interaksi sosial karena merasa harga dirinya rendah dan merasa tidak berguna.
4). Spiritual
Penderita mungkin akan mengalami kesulitan didalam melakukan kewajiban kepada Tuhan Yang Maha Esa karena keterbatasannya. Mungkin juga penderita akan merasa bahwa Tuhan tidak adil kepada dirinya akibat dari depresi. Penderita juga mengingkari dan menolak keberadaan dari Yang Maha Kuasa.
b. Bagi keluarga
Penderita akan menjadikan beban bagi keluarga, karena keluarga yang sehat berupaya untuk mencarikan biaya pengobatan, membantu memberikan perawatan, karena penderita sendiri sangat tergantung dalam memenuhi kebutuhannya sendiri. Keluarga akan merasa cemas mengenai keadaannya. Apabila penderita suami atau isteri mungkin menghadapi resiko depresi dan perubahan emosional.

B. Asuhan Keperawatan
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
a Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)


1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Susan Martin Tucker, 1998)
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus, gangguan kejang, kelainan neurologis, kanker, stroke, retardasi mental.

6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
d) Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
e) Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot.


f) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h) Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i) Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j) Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.



k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
(1) Kesadaran : umumnya mengalami penurunan kesadaran
(2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara
(3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b) Pemeriksaan integumen
(1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
(2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
(3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c) Pemeriksaan kepala dan leher
(1) Kepala : bentuk normocephalik


(2) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
(3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
d) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h) Pemeriksaan neurologi
(1) Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
(2) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
(3) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemiparestesi
(4) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.
9) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologi
(1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
(2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000)
(3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)
(4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.
b) Pemeriksaan laboratorium
(1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998)
(2) Pemeriksaan darah rutin
(3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
(4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

b Analisa data
Analisa data merupakan kegiatan intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, mengklasifikasi, mengelompokkan, mengkaitkan data dan akhirnya menarik kesimpulan.

c Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi. (Lismidar, 1990)
1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral.
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia.
3) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori, penurunan penglihatan.
4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak.
5) Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat.
6) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan.
7) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi.
8) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama.
9) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk dan menelan.
10) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan lesi pada upper motor neuron.

2 Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan keperawatan klien adalah penentuan prioritas diagnosa keperawatan,penentuan tujuan, penetapan kriteria hasil dan menentukan intervensi keperawatan.

Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
a Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra cerebral
1) Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)
3) Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya
Rasional ; keluarga lebih berpartisipasi alam proses penyembuhan.
b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest totat
Rasional ; Untuk mencegah perdarahan ulang
c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap dua jam
Rasional : mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk menerapkan tindakan yang tepat.
d) Berikan posisi kepala lebib tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis)
Rasional : mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral.
e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
Rasional : batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra cranial dan potensial terjadi perdarahan ulang.
f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
Rasional : rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke/perdarahan lainnya
g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional : memperbaiki sel yang masih variabel.


a Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia
1) Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
2) Kriteria hasil
- Tidak terjadi kontraktur sendi
- Bertambahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
3) Rencana tindakan
a) Ubah posisi klien tiap 2 jam
Rasional : menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit
Rasional ; Gerakkan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
c) Lakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
Rasional : otot volunter akan kehilangan tonus otot dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
d) Berikan papan kaki pada ekstremitas dalam posisi fungsionalnya
Rasional : mencegah terjadinya kontraktur dan memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi kembali.
e) Tinggikan kepala dan tangan
Rasional : meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah terbentuknya edema.
f) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional : program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti/menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi dan kekuatan.
c Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori penurunan penglihatan
1) Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
2) Kriteria hasil :
- Adanya perubahan kemampuan yang nyata
- Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kondisi patologis klien
Rasional : untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan.


b) Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi
Rasional : untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien.
c) Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten dan seksama
Rasional : agar klien tidak kebingungan dan lebih berkonsentrasi.
d) Observasi respon perilaku klien, seperti menangis, bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat.
Rasional untuk mengetahui keadaan emosi klien
e) Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan kalimat-kalimat pendek.
Rasional : memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap masalah dapat dimengerti.
d Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak
1) Tujuan
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
2) Kriteria hasil
- Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
- Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat
3) Rencana tindakan
a) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isyarat.
Rasional : memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien.
b) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi.
Rasional : mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain.
c) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”.
Rasional : mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi.
d) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien.
Rasional : mengurangi rasa isolasi social dan meningkatkan komunikasi yang efektif.
e) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi.
Rasional : memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi.
f) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara.
Rasional : melatih klien belajar berbicara secara mandiri dengan baik dan benar.
e Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi
1) Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
2) Kriteria hasil
- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai
dengan kemampuan pasien.
- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri.
Rasional : membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual.
b) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh.
Rasional : meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus menerus.
c) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional : klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan.
d) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya.
Rasional : meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu.
e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi.
Rasional : memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan penyokong khusus.

f Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan
1) Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
2) Kriteria hasil
- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
- Hb dan albumin dalam batas normal


3) Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk.
Rasional : menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien.
b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan.
Rasional : klien lebih mudah menelan karena gaya gravitasi.
c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan.
Rasional : membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler.
d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu.
Rasional : memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan.
e) Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang.
Rasional : klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar.
f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air.
Rasional : makanan lunak mudah untuk mengendalikan didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi.
g) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
Rasional : menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan resiko tersedak.
h) Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam program latihan/kegiatan.
Rasional : meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan.
i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui IV atau makanan melalui selang.
Rasional : mungkin diperlukan untuk memberikan asupan makanan cairan pengganti jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu ke mulut.

g Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat
1) Tujuan
Klien tidak mengalami konstipasi
2) Kriteria hasil
- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
- Konsistensi faeces lunak
- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
- Bising usus normal ( 15-30 kali permenit )
3) Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi.
Rasional : klien dan keluarga akan mengeti tentang penyebab obstipasi.
b) Auskultasi bising usus.
Rasional : bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik
c) Anjurkan pada klien untuk makan makananan yang mengandung serat.
Rasional : diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltic usus dan eliminasi reguler.
d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi.
Rasional : makanan cairan adekuat membantu mempertahan kan konsistensi faeces yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler.
e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien.
Rasional : aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus otot abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltic.
f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak faeces (laxatif, suppositoria, enema).
Rasional ;pelunak faeces meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan faeces dan membantu eliminasi.

h Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
1) Tujuan
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
2) Kriteria hasil
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
3) Rencana tindakan
a) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin.
Rasional : meningkatkan aliran darah kesemua daerah.
b) Rubah posisi tiap 2 jam.
Rasional : menghindari tekanan yang berlebihan dan meningkatkan aliran darah.
c) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol.
Rasional : menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol.
d) Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi.
Rasional : menghindari kerusakan-kerusakan kapiler.
e) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
Rasional : hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit.
Rasional : mempertahankan keutuhan kulit.
i Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi
1) Tujuan :
Jalan nafas tetap efektif.
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas
Tambahan

- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
3) Rencana tindakan :
a) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan jalan nafas
Rasional ; klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidak efektifan bersihan jalan napas.
b) Rubah posisi tiap 2 jam sekali.
Rasional ; perubahan posisi dapat melepaskan secret dari saluran pernapasan.
c) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari).
Rasional : air yang cukup untuk mengencerkan sekret
d) Observasi pola dan frekuensi nafas.
Rasional : mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan napas.
e) Auskultasi suara nafas.
Rasional : mengetahui kelainan suara napas.
f) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien.
Rasional : agar dapat melepaskan secret dan mengembangkan paru-paru.
j Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan kehilangan tonus kandung kemih, kehilangan kontrol sfingter, hilangnya isarat berkemih.
1) Tujuan :
Klien mampu mengontrol eliminasi urinya
2) Kriteria hasil :
- Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya
inkontinensia
- Tidak ada distensi bladder
3) Rencana tindakan :
a) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering.
Rasional : berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang berlebih.
b) Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam
Rasional pembatasan cairan pada malam hari dapat
mencegah terjadinya enuresis
c) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal).
Rasional : melatih dan membantu pengosongan kandung kemih.
d) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang telah direncanakan
Rasional : kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih.
e) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi).
Rasional : hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.